EDUKADI NEWS – Kuningan
Sabtu 8 November 2025. Debitur memiliki perlindungan hukum dan hak untuk menolak penarikan paksa jika prosedur yang benar tidak diikuti, serta berhak mendapatkan kejelasan mengenai status jaminan dan proses eksekusi yang sah. Hal tersebut dibenarkan pihak Lembaga LPK (Perlindungan Konsumen) Anom kalijaga Indonesia (ADI) cabang kabupaten Kuningan Jawabarat
Kasus penarikan paksa kendaraan / unit sebagai jaminan bank/ finance/ leasing dijalan atau dirumah nasabah yang melibatkan pihak eksternal / debt colector yang disebut pihak ketiga dalam perjanjian kontrak atau akad kredit pada satu kegiatan kemitraan antara bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur terkait pembiayaan unit kendaraan yang disebut jaminan.Dinilai sudah tidak relevan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, juga sudah sangat meresahkan masyarakat di negeri ini. menurut Dede sekretaris LPK ADI cabang Kuningan
Lebih lanjut Dede memaparkan, bahwa, debt collector dilarang menarik paksa objek jaminan (misalnya, kendaraan bermotor) di jalan raya. Proses penarikan harus dilakukan sesuai prosedur hukum. Berdasarkan Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019, eksekusi jaminan fidusia tidak bisa dilakukan sepihak oleh kreditur. Eksekusi harus melalui kesepakatan mengenai kondisi wanprestasi (cidera janji) atau melalui penetapan/permohonan eksekusi ke pengadilan negeri.
Perusahaan pembiayaan atau bank tidak boleh melakukan penarikan unit jika belum memiliki sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia. Sertifikat ini memberikan hak eksekutorial (hak untuk mengeksekusi jaminan).
Penggunaan kekerasan fisik, ancaman, atau tindakan pemaksaan saat penarikan unit merupakan pelanggaran hukum pidana (dapat dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan).Penarikan hanya dapat dilakukan jika debitur telah terbukti wanprestasi dan telah diberikan surat peringatan terlebih dahulu sesuai perjanjian dan hukum yang berlaku.
Konsekuensi Hukum bagi Pelaku Pelanggaran Pihak yang melakukan penarikan jaminan secara melanggar hukum dapat menghadapi sanksi:
Pihak penarik unit yang menggunakan kekerasan atau ancaman dapat dijerat pasal pidana terkait pemerasan atau perampasan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada perusahaan pembiayaan atau bank yang melanggar prosedur penarikan jaminan.
Debitur yang merasa dirugikan akibat penarikan paksa yang tidak sah dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi,” tegaskan Dede
Menambahkan Dede” selain itu, masyarakat yang mengalami kerugian bisa mengadu ke lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang diberi wewenang oleh undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, misalnya lembaga perlindungan konsumen Anom kalijaga Indonesia cabang kuningan yang berada di Luragung tengah.” pungkasnya
(RD/Jack)













