EDUKADI NEWS – Bandung, Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, yang melarang kegiatan study tour pelajar sekolah ternyata menimbulkan gelombang keluhan dari pelaku usaha di sektor pariwisata. Meski dinilai sebagai upaya menekan praktik pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan study tour, kebijakan ini berdampak langsung pada banyak lini usaha yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas wisata pelajar.
Dalam keterangannya, sejumlah pelaku usaha mengungkapkan bahwa sejak larangan itu ditegaskan, jumlah pengunjung objek wisata mengalami penurunan drastis. Hal ini berimbas pada roda ekonomi di kawasan wisata, termasuk UMKM yang menjajakan oleh-oleh, rumah makan, hotel, hingga perusahaan transportasi dan biro perjalanan.(2/5/2025)
“Ini seperti deja vu saat masa PPKM pandemi COVID-19 lalu. Semua sektor nyaris lumpuh,” ungkap salah satu pelaku wisata.
Menurut catatan mereka, beberapa dampak yang kini dirasakan secara nyata di antaranya:
- Penurunan jumlah pengunjung objek wisata.
- Merosotnya pendapatan UMKM lokal dan pedagang kecil.
- Omzet pusat oleh-oleh turun drastis.
- Rumah makan dan restoran kehilangan banyak pengunjung.
- Hotel dan penginapan sepi tamu.
- Biro wisata kehilangan banyak klien.
- Perusahaan bus pariwisata mengalami pembatalan puluhan jadwal keberangkatan.
- Tour guide dan operator wisata kehilangan penghasilan.
- Karyawan sektor pariwisata terancam kehilangan pekerjaan.
Yus Bulle,seorang pengusaha travel di Bandung, turut merasakan langsung dampaknya. Ia menyebut puluhan jadwal keberangkatan yang telah disiapkan bersama timnya harus dibatalkan setelah larangan study tour diumumkan.
“Padahal kami sudah mengeluarkan modal besar untuk booking transportasi, akomodasi, dan berbagai keperluan teknis lainnya. Sekarang semuanya dibatalkan. Rugi besar,” keluh Yus Bulle
Ia mengaku tak menolak niat baik pemerintah memberantas pungli, namun menegaskan bahwa larangan total study tour bukan solusi yang tepat. “Yang harus diberantas adalah oknum pungli-nya, bukan mematikan kegiatan wisatanya. Kami yang mencari nafkah secara halal justru kena imbasnya,” tambahnya.
Seorang pengusaha oleh-oleh lainnya juga mengaku biasanya dapat menjual hingga 7 kwintal tape dalam seminggu. Namun kini, untuk menjual 2 kwintal saja sudah kesulitan. “Wisatawan pelajar adalah pasar utama kami. Kalau semua dibatasi seperti ini, bagaimana kami bisa bertahan?” keluhnya.
Mereka berharap Pemprov Jawa Barat dapat segera merespons kondisi ini dengan bijak dan memberikan solusi pemulihan ekonomi sektor pariwisata. “Siapa yang bertanggung jawab atas dampak ekonomi ini? Kami berharap ada dialog, bukan hanya pelarangan sepihak,” ujar Yus Bulle.