EDUKADI NEWS – Kuningan , dugaan pemalsuan tanda tangan Kepala Desa Datar, Kecamatan Cidahu, pada surat rekap permohonan pencairan pembebasan lahan seluas 166.448 m² senilai Rp7.490.160.000,00 akan segera dilaporkan ke Polres Kuningan, Jawa Barat. Surat tersebut diajukan oleh PT Intan Mina Abadi, yang beralamat di Jalan Pemuda Kauman, Batang – Cirebon.
Dalam keterangannya kepada awak media pada Jumat (25/4/2025) di kantor Desa Datar, Kepala Desa Wartono menyatakan bahwa surat tersebut mencantumkan tanda tangan dan stempel resmi pemerintah desa, namun dirinya tidak pernah menandatangani dokumen pencairan tersebut.
“Pada surat rekap permohonan pencairan lahan atas tiga bidang tanah dengan luas total 166.448 m² atas nama R. Januka/H. Acep Purnama itu terdapat tanda tangan saya dan stempel desa. Tapi saya tidak pernah menandatangani dokumen itu,” ungkap Wartono.

Lebih lanjut, Wartono mengaku tidak mengetahui adanya proses pencairan dana pembebasan lahan tersebut, maupun soal kepemilikan tanah sebagaimana tercantum dalam surat. “Kalau memang ada pencairan lahan, pasti uangnya juga sampai ke kantor desa,” tegasnya.
Wartono mengaku sangat resah atas kejadian ini dan berkomitmen menyelesaikannya secara hukum. Ia berencana melaporkan kasus ini ke Polres Kuningan pada Selasa, 29 April 2025. “Insyaallah hari Selasa akan saya laporkan ke Polres Kuningan. Saya berharap siapapun pelakunya bisa diungkap dan bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.
Kasus ini mencuat di tengah kisruh sengketa lahan antara warga dengan PT Bhakti Arta Mulia, pengembang perumahan di Desa Datar dan Desa Bunder seluas ±18 hektar. Warga menduga ada penjualan tanah bengkok desa milik Desa Bunder seluas 2 hektar yang ikut memperkeruh suasana. Kini, kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Kades Datar menjadi babak baru dalam polemik ini.
Dasar Hukum:
Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan ini mengarah pada pelanggaran Pasal 263 KUHP, yang menyatakan:
- Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
- Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Selain itu, ketentuan serupa juga diatur dalam Pasal 391 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Baru), yang menyebut:
“Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp2 miliar).”
(Jack)