edukadi.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar Muhibah Budaya Jalur Rempah yang sebelumnya tertunda karena pandemi Covid-19. Kegiatan ini merupakan pelayaran menggunakan kapal latih TNI Angkatan Laut, Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci, yang membawa pemuda-pemudi pilihan dari 34 provinsi dengan tujuan untuk napak tilas Jalur Rempah Nusantara.
Muhibah Budaya Jalur Rempah dimulai pada 1 Juni 2022 dan berakhir 2 Juli 2022 dengan mengarungi lintas samudra menyusuri enam titik Jalur Rempah, yaitu Surabaya, Makassar, Baubau-Buton, Ternate-Tidore, Banda, dan Kupang. Peserta akan disebar dalam empat titik pergantian atau pertukaran peserta, yakni Surabaya, Makassar, Ternate, dan Kupang. Jumlah peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah setiap koridor pelayaran sebanyak 134 orang (126 laki-laki dan 8 perempuan), yang terdiri dari awak TNI AL KRI Dewaruci (80 orang), perwakilan provinsi (42 orang), pendamping/mentor (6 orang), dan media (6 orang).
Pelayaran ditandai dengan Festival Jalur Rempah, mengangkat kekayaan alam dan budaya di masing-masing titik singgah yang dirajut dari elemen budaya berupa seni, kriya, kuliner, ramuan, wastra, dan kesejarahan. Kegiatan dalam Festival Jalur Rempah antara lain meliputi upacara penyambutan dan pelepasan KRI Dewaruci beserta peserta yang dimeriahkan oleh atraksi seni khas daerah, kunjungan ke situs cagar budaya, diskusi dan praktik budaya, pemutaran film, penanaman serempak pohon rempah, serta jamuan makan malam bersama gubernur, walikota, dan pemangku kepentingan terkait. Di titik Ternate-Tidore, jamuan makan malam dihadiri oleh Sultan Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo.
Muhibah Jalur Rempah diselenggarakan sebagai upaya diplomasi budaya dan menguatkan posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, serta keinginan untuk melihat jalur rempah “dari geladak kapal kita sendiri”.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, mengatakan bahwa Jalur Rempah sebenarnya terbentang tidak hanya di Nusantara, tetapi sampai timur Afrika. “Nusantara (khususnya bagian timur) adalah hulu Jalur Rempah yang berperan dalam sejarah, bahkan jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Selain itu, Jalur Rempah menjadi penting untuk melengkapi agenda poros maritim dunia dari sisi kultural, yakni membangkitkan kesadaran maritim,” ujarnya pada Senin (18/4/2022), di Jakarta.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Restu Gunawan. “Muhibah Budaya sekaligus untuk menyiapkan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia (World Heritage) dalam memperkuat diplomasi Indonesia dan meneguhkan sebagai poros maritim dunia,” katanya.
Muhibah Jalur Rempah juga bertujuan untuk menegaskan kembali keindonesiaan yang telah terhubung sejak lama dan diharapkan bisa membantu pembangunan berkelanjutan. Ketersambungan budaya dalam lintas daerah di Indonesia menjadi suatu esensi dari program Muhibah Budaya Jalur Rempah atas keberagaman pendukung budaya yang dipersatukan melalui kehangatan rempah-rempah, untuk mengembangkan dan memperkuat ketahanan budaya dan diplomasi budaya, memaksimalkan pemanfaatan Cagar Budaya dan Warisan Budaya Takbenda. Gerakan ini diharapkan menjadi kebangkitan atas kekuatan kebaharian, mengubah paradigma lama, dan membangun perspektif yang luas atas potensi alam dan budaya Indonesia untuk masa depan yang lebih baik.(red)