https://picasion.com/

Bagi PT BBWM, Disamping Jenis Usaha Ini, Merupakan Usaha Yang Padat Modal Dan Padat Teknologi

  • Share
Edukadi.com – Kabupaten Bekasi 24/04/2023 | Dalam perjalanannya akhirnya BUMD (PT. BBWM) mendapat alokasi gas dari PT. Pertamina EP, melalui PJBG Nomor 900/C00000/2014-SI dan Nomor 06/XI/PJBG/BBWM/2004, tanggal 24 November 2004, atas dasar itulah PT. BBWM mencari mitra yang bersedia bekerjasama untuk berinvestasi membangun, mengoperasikan dan mengelola Kilang LPG, dengan sistem bagi hasil (sharing profit) dan kerjasama kemitraan dengan pola BOT. Pada tahun-tahun awal berdirinya, pada saat itu jajaran Direksi PT BBWM masih dijabat oleh perwakilan dari birokrat, meski minim pengetahuan dan pengalaman tentang Kilang LPG, namun secara nurani dan amanah mereka masih menjalankan prosedur yang baku, termasuk pada saat pencarian mitra usaha, dilakukan dengan cara open tender dan dilakukan dengan cara yang profesional, dengan menggunakan jasa pihak ketiga yaitu LPPM ITB yang dipandang memiliki kemampuan dibidangnya. Setelah dilakukan seleksi administratif maupun teknis serta presentasi peserta didepan tim penilai, maka melalui surat LPPM ITB Nomor 0574/K.01.13/LL2003 tanggal 18 Maret 2003, diperoleh hasil pemenang tender yang akan menjadi mitra PT BBWM, adalah PT Elnusa Petro Teknik. Akan tetapi berdasarkan evaluasi dari PT BBWM dan PT Pertamina sampai dengan batas waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan pembangunan Kilang LPG Tambun, perusahaan tersebut tidak menunjukkan progres apapun, sebagaimana yang telah disepakati, sehingga PT BBWM memutuskan untuk mengganti mitra usaha dengan pemenang tender kedua, oleh karenanya ditetapkan sebagai pengganti PT Elnusa Petro Teknik sebagai mitra usaha PT BBWM adalah PT Maruta Bumiprima. Dengan adanya perubahan mitra usaha PT BBWM, Pemerintah Kabupaten Bekasi melayangkan surat pemberitahuan kepada PT Pertamina, melalui surat nomor 500/1850/TMB/DPDLP tertanggal 5 Nopember 2003, sampai pada tahap ini, jajaran Direksi PT BBWM dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masih berjalan sesuai koridor dan menjunjung tinggi profesionalisme, transparansi dan mutual benefit (saling menguntungkan) menjadi pedoman, maka pada tanggal 22 Oktober 2003 terjadi penandatanganan perjanjian kerjasama nomor 158/X/BBWM/2003 dan 020/MBP-BBD/10/03, antara PT BBWM dengan PT Maruta Bumiprima sebagai mitra usaha yang baru. Permasalahan mulai terjadi pada tahun 2004, saat terjadi pergantian Bupati dari H Wikanda Darmawijaya kepada pejabat baru yaitu, Saleh Manaf, atas dasar kekuasaannya sebagai Bupati tanpa adanya suatu pemberitahuan, pembicaraan ataupun permasalahan sebelumnya, Bupati secara sepihak mengeluarkan surat pemutusan perjanjian kerjasama antara PT BBWM dengan PT Maruta Bumiprima, melalui Surat Keputusan BUPATI nomor 542/Kep.128A-Huk/2004 tertanggal 06 Mei 2004 dan disampaikan pada tanggal 12 Mei 2004. Kejanggalan dan keanehan mulai terkuak, tanpa melalui suatu mekanisme yang lazim, secara tiba-tiba muncul nama PT Odira Energy Persada ditunjuk sebagai mitra usaha PT BBWM yang baru. Dari kasus tersebut, nampak jelas indikasi adanya “sesuatu” di dalam penunjukkan PT Odira Energy Persada sebagai mitra usaha yang baru dan telah terjadi penyalah gunaan jabatan atau kekuasaan, oleh karenanya sebagai pihak yang terzalimi, PT Maruta Bumiprima akhirnya menempuh jalur hukum, untuk mempertahankan hak-nya yang telah diambil paksa oleh penguasa. Selama proses hukum berjalan PT BBWM tetap melanjutkan kerjasama dengan PT Odira Energy Persada. Selama kurun waktu kurang lebih 5 s.d 6 tahun, akhirnya sengketa hukum dimenangkan oleh PT Maruta Bumiprima melalui putusan Mahkamah Agung dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), sehingga, PT Maruta Bumiprima, disamping mendapatkan kembali hak sebagai mitra usaha PT BBWM, Pemerintah Kabupaten Bekasi juga berkewajiban membayar semua tuntutan yang bersifat materiil. Akan tetapi PT Maruta Bumiprima, dilandasi dengan nurani dan itikad baik sebagai profesional dan demi terjaganya kesinambungan hubungan serta situasi kondusif dengan PT BBWM dan Pemerintah Kabupaten Bekasi, upaya-upaya mediasi secara inten dilakukan, sehingga akhirnya dapat dicapai titik temu untuk dilakukan perdamaian, dimana salah satu syarat perdamaian yang ditanda tangani pada tanggal 18-02-2011, antara Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam hal ini diwakili oleh Bupati saat itu (Sa’dudin), PT. BBWM dan PT Maruta Bumiprima, pada pasal 2 ayat 1, Perjanjian Perdamaian Nomor :180/45.A/HUK;2/II/BBWM/2011;022/MBP-BUP/II/2011 tertulis : “Terhadap Putusan sepanjang mengenai perjanjian kerjasama, Pihak Kedua (PT. BBWM) dan Pihak Ketiga (PT. MBP) telah menandatangani Addendum perjanjian kerjasama No. 158/X/BBWM/2003 dan No. 020/MBP-BBD/10/03 pada tanggal 21 Oktober 2010 (Addendum Perjanjian Kerja Sama) sehingga PT. Odira Energy Persada, selaku pemilik Kilang LPG eksisting di Tambun, tidak mempunyai hak lagi untuk mengolah dan mengoperasikan Kilang LPG eksisting di Tambun, termasuk memasarkan hasil produk Kilang dan hanya berlaku sebagai pemilik Kilang”. Artinya secara faktual Kilang LPG Tambun telah dikelola secara mandiri oleh PT BBWM sejak tahun 2011, jika dikaji lebih dalam, dengan asumsi dalam satu tahun adalah 360 hari, 24 jam per hari, tanpa ada kehilangan waktu kerja dikarenakan shut down dan atau maintenance, maka Kilang LPG Tambun baru beroperasi selama 2.104 hari atau 5 tahun 84 hari, dan jika dihitung berdasarkan running hours, Kilang LPG Tambun baru berjalan selama 50.496 jam, berbeda dengan penjelasan Direksi PT BBWM yang mengatakan bahwa Kilang LPG Tambun diserah terimakan oleh PT Odira Energy Persada tahun 2016. Tahun 2016 bukan penyerahan Kilang LPG Tambun dari PT Odira Energy Persada kepada PT. BBWM, melainkan pengalihan/penyerahan hak “kepemilikan”. Jadi, sangat jelas perbedaannya, sekilas bagi kalangan awam, hal tersebut terlihat hanya masalah pergeseran atau perbedaan waktu penyerahan Kilang LPG Tambun, tapi bagi kami, bukan di situ letak permasalahannya, tetapi Direksi PT BBWM mengaburkan pengertian dan atau penggiringan opini kepada para pemangku kepentingan seolah-olah Kilang LPG Tambun baru dikelola secara mandiri oleh PT BBWM setelah 10 (sepuluh) tahun beroperasi, sehingga dianggap kinerja Kilang LPG Tambun sudah dalam kondisi tidak optimal saat diserahterimakan. Oleh karenanya Direksi PT BBWM menganggap wajar jika terjadi pembengkakan biaya operasional, termasuk harus dilakukan “revitalisasi” dengan biaya yang sangat fantastis, terlebih dilakukan dengan “Penunjukan Langsung” dan atas rekomendasi oleh perusahaan yang melaksanakan pekerjaan “revitalisasi” tersebut, atas kondisi tersebut nampak nyata adanya “Something” (sesuatu) di PT BBWM. Berdasarkan pengalaman kami, seharusnya tidak perlu dilakukan pekerjaan “revitalisasi”, tetapi melakukan “optimalisasi” terhadap kinerja Kilang LPG, dengan catatan, jika Direksi PT BBWM memiliki pengalaman dan kemampuan. Namun inti permasalahan yang kami maksudkan di sini, yang sebenarnya, bukanlah terletak pada kronologis serah terima pengelolaan Kilang LPG Tambun, tetapi ada dua hal yang sangat esensial penyebab terjadinya permasalahan di PT BBWM yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya, pertama, adalah masalah pengangkatan Direksi PT BBWM oleh Bupati, sejak PT BBWM didirikan belum pernah sekalipun jajaran Direksi PT BBWM dipimpin oleh orang yang memiliki pengalaman dan kemampuan di dalam pengelolaan Kilang LPG, melainkan dijabat oleh orang-orang pilihan pihak yang memegang otoritas, bahkan masa jabatan Direksi juga akan mengikuti dengan masa jabatan pemegang otoritas, kedua, Direksi PT. BBWM telah berhasil meninabobokan pemegang otoritas khususnya dan Pemerintah Kabupaten Bekasi umumnya, sehingga selama ini terlena dan terbius dengan jumlah nilai nominal yang disetorkan oleh PT BBWM sebagai kontribusi terhadap PAD dari tahun ke tahun. Mereka tidak melihat dan berfikir dari mana dan bagaimana besaran nilai nominal setoran didapat, yang mereka ketahui hanyalah besaran nilai nominal tersebut berasal dari hasil usaha Kilang LPG Tambun, dan beranggapan bahwa Direksi PT BBWM telah berhasil di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, sebenarnya kondisi ini tidak salah dan sah-sah saja, jika paramater keberhasilan hanya diukur dari jumlah nominal yang dihasilkan, tanpa melihat dan mempertimbangkan aspek teknis maupun kebijakan-kebijakan pemerintah terkait migas yang berakibat terhadap kinerja dan kondisi Kilang LPG Tambun. Kedua hal tersebut memiliki dampak negatif yang sangat signifikan terhadap kinerja dan kelangsungan hidup Kilang LPG Tambun. Hal ini tergambarkan oleh kondisi PT BBWM saat ini, Kilang LPG Tambun dalam kondisi tidak optimal dikarenakan kesalahan yang dilakukan Manajemen PT BBWM di dalam pengelolaan. Sebagai akibat dari jajaran Direksi dijabat oleh orang yang tidak berpengalaman dan tidak memiliki kemampuan, melainkan atas dasar pilihan (titipan) maka sudah dapat dipastikan pengelolaan Kilang tidak akan mencapai pada titik optimal, hal ini dapat dilihat dan dirasakan sebagaimana kondisi yang terjadi di PT BBWM saat ini, untuk menutupi ketidakmampuannya. Direksi PT. BBWM mengangkat isu-isu klasik yang tidak dipahami oleh masyarakat luas, bahwa pendapatan berkurang dikarenakan adanya perubahan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), kenaikan Harga Minyak Dunia, penurunan CP Aramco, Revitalisasi Kilang dan lain sebagainya, itu semua hanyalah sebuah alasan untuk pengalihan masalah atau menutupi atas ketidak mampuan Direksi untuk membuat Kilang LPG Tambun dalam kondisi optimal. Sebagai ilustrasi, secara matematis dapat kami gambarkan, Feed Gas 8 mmscfd, Lean Gas 6 mmscfd (kembali ke Pertamina), artinya Kilang LPG Tambun hanya mampu mengolah gas bumi untuk menjadi LPG hanya sebesar 2 mmscfd, kenapa hal itu bisa terjadi…?, lalu apa hubungannya antara Kilang LPG Tambun yang hanya mampu mengolah gas bumi sebesar 2 mmscfd untuk menjadi LPG, dengan kenaikan Harga Minyak Dunia, penurunan CP Aramco dan lain sebagainya, apa fungsi staf ahli Direksi Bidang Teknis, kemana Direktur Operasional, nilai tambah apa yang diperoleh dengan dilakukan revitalisasi? Kenapa kenaikan biaya gaji tetap dilakukan sementara pendapatan menurun? Apa bedanya antara Tunjangan Operasional dengan Tunjangan Transportasi? Dampak yang paling terasa akibat tidak adanya pengalaman dan ketidak mampuan Direksi PT BBWM di dalam pengoperasian dan pengelolaan Kilang LPG Tambun, mereka tidak memahami kaidah sebuah Kilang LPG, sehingga beranggapan bahwa Lean Gas merupakan produk hasil olahan Kilang LPG, sehingga Direksi tidak memahami bahwa Kilang LPG adalah suatu rangkaian sistem teknologi yang terintegrasi untuk melakukan ekstrasi terhadap suatu komposisi gas yang dihasilkan oleh suatu lapangan minyak, untuk diolah menjadi bahan bakar gas, dalam hal ini adalah LPG, jadi Lean Gas bukan merupakan produk hasil olahan, jika ketidak pahaman tentang seluk beluk operasional Kilang LPG termasuk jenis produk hasil olahannya dialami oleh pemegang otoritas dan atau Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi masih dapat dimaklumi, tetapi ironisnya justru Direksi PT BBWM sebagai pembuat dan pengendali kebijakan sama sekali tidak memiliki kemampuan dan pemahaman tentang hal tersebut. Akibat dari keterbatasan pemahaman yang dimiliki oleh pemegang otoritas dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi tentang produk olahan gas bumi, membuat terlena dengan jumlah nominal yang disetorkan sebagai kontribusi terhadap PAD, namun tanpa disadari, dengan keterbatasan pemahaman yang dimiliki tentang produk olahan gas bumi yang dihasilkan oleh Kilang LPG, justru dimanfaatkan oleh Direksi PT BBWM untuk menggiring opini bahwa penurunan PAD dikarenakan Lean Gas dikembalikan ke PT Pertamina, sehingga PT BBWM tidak dapat lagi menjual Lean Gas kepada badan usaha lain. Semua kondisi yang terjadi sebagaimana kami uraikan diatas, seharusnya tidak akan dialami oleh PT BBWM, jika Direksi PT BBWM “tidak gagal paham” terhadap kaidah sebuah Kilang LPG, termasuk pemahaman tentang produk yang dihasilkan, timbul suatu pertanyaan di benak saya, bagaimana seandainya pemerintah mengeluarkan kebijakan, bahwa kondensat tidak boleh dijual kepada pihak swasta, tetapi harus kembali ke PT Pertamina dengan diberikan imbal jasa dengan nilai nominal tertentu sebagai jasa “processing fee”, kira-kira langkah apa yang akan dilakukan oleh Direksi PT BBWM? Dari ulasan singkat yang kami sampaikan tersebut, dapat kami rangkum sebagai berikut : Bahwa sejak terbentuknya, jajaran Direksi PT BBWM belum pernah sekalipun dijabat oleh orang yang benar-benar memiliki pengalaman dan kemampuan. Jabatan Direksi PT BBWM diisi/dijabat atas dasar pilihan (titipan). Penyampaian informasi yang tidak transparan oleh Direksi PT BBWM, tentang waktu penyerahan pengoperasian dan pengelolaan Kilang LPG Tambun secara mandiri. Terjadi indikasi, penyalahgunaan wewenang/jabatan oleh Direksi PT BBWM di dalam mengelola sebuah perusahaan, diantaranya terkait masalah :
  1. Revitalisasi
  2. Biaya operasional
  3. Komersial
  4. Product of quality
  5. Ambisinya melebihi Kemampuannya sebagai Direksi.
(PXR)
  • Share
https://picasion.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

https://picasion.com/