EDUKADI.COM –KOTA BANDUNG – Hendrew Sastra Husnandar menjadi terdakwa dalam kasus pengrusakan tembok pagar bangunan yang terletak di Jl. Prof Dr Surya Sumantri No. 112 yang dilaporkan oleh saudara DM beberapa waktu lalu.
Dalam perkara ini Hendrew Sastra Husnandar melalui penasihat hukumnya mengajukan nota keberatan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada sidang sebelumnya.
Ada yg menarik dalam kasus gugatan pengrusakan tembok pagar milik pelapor. Menurut keterangan Hendrew saat jumpa pers dengan beberapa awak media
Di rumah makan Sambel Hejo, jalan Gandapura, Selasa(14/2/2023).
Hendrew menjelaskan, “Benteng itu dibangun diatas tanah milik saya, sesuai sertifikat yang saya pegang dan pernah dikuatkan oleh petugas BPN saat melakukan survei lokasi PBB pun yang membayar saya sampai saat ini” terang Hendrew.
Kejadiannya berawal saat dia bermaksud membangun tempat usaha dilahan miliknya, dan dia memasang tiang penyangga tepat dibenteng pembatas jalan dengan cara melobangi benteng tersebut untuk menempatkan tiang penyangga.
Lokasi berdirinya benteng tersebut, lanjut Hendrew masih termasuk dalam lahan miliknya, bahkan jalan dengan lebar 4 meter juga masih termasuk dalam hak nya, sesuai dengan sertifikat yang dia miliki yang masih atas nama Hidayat pemilik sebelumya, yang sudah dia beli tapi belum dibalik nama atas namanya PBB pun masih saya yang bayar.
NM pemilik tanah yang berlokasi dibelakang lahan Hendrew, membangun benteng pembatas jalan yang pernah diijinkan memakai lahan tersebut oleh Hendrew sebelumnya tanpa pemberitahuan lebih dulu, hingga saat Hendrew membuat lobang dibenteng tersebut, NW melaporkan Hendrew dengan tuduhan perusakan benteng.
Atas laporan tersebut, Hendrew sampai saat ini sudah menjalani masa sidang sebanyak 5 kali dipengadilan kelas satu negeri Bandung dengan didampingi oleh pengacaranya Astrid Pratiwi.SH, dari Kantor Hukum Astrid Pratiwi. SH & Rekan.
Astrid Pratiwi didepan awak media menjelaskan, lahan tersebut milik kliennya, dan pihak pelapor membangun benteng tersebut dilahan milik kliennya, lalu terjadi pelaporan perusakan benteng dilahan yang diketahui milik sendiri, Astrid mempertanyakan ini salahnya dimana.
Kami yang punya tanah itu, pihak pelapor membangun benteng tersebut tanpa ada ijin kepada kita, jadi itu sebenarnya yang salah siapa,” tanya Astrid.
Terlepas dari semua itu Astrid mengatakan sebagai warga negara yang baik, klienya sudah mematuhi keputusan pengadilan sebelumnya dengan mengunakan akses jalan bagi NW yang tanahnya berada di lahan belakang milik kliennya.
“Kita sudah memberikan akses jalan pada warga atau pemilik lahan yang ada dibelakang, tapi bukan untuk dimilki dan sekarang posisinya sudah di benteng, di pager digembok pula, jadi seakan dimilki oleh NW, andai banyak warga yang ada dibelakang kita tidak masalah, tapi ini seakan jadi milik pribadi jalan tersebut,” pungkasnya.
Lahan tersebut, lanjut Astrid masih bisa dilalui dan dipakai sebagai akses jalan dan masih millik kliennya, menurut ahli pidana yang dihadirkan dipersidangan, perkara ini tidak memenuhi pasal 406 KUHP. ( Red )