https://picasion.com/
NEWS  

Dugaan Penggelapan Uang Setoran PBB Diduga Libatkan Kades Dan Perangkat Desa Cihideunghiir, Cidahu, Kabupaten Kuningan Jawa Barat

EDUKADI NEWS – Kuningan
Minggu 21 Desember 2025. Meski telah membuat pernyataan akan melakukan pelunasan di tanggal 19 Desember 2025 oknum perangkat desa Cihideunghilir yang telah menggunakan dana setoran pajak bumi dan bangunan ( PBB) tahun 2025 hingga saat pernyataan sikap tersebut belum terealisasikan. Kondisi ini patut mendapatkan ketegasan dalam penanganan kasusnya dari pihak aparat penegak hukum (APH) di kabupaten Kuningan Jawabarat

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun tim media dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa, diduga kuat pihak kepala desa telah memakai setoran pajak bumi dan bangunan (P79BB) sebesar Rp.19.398.000.00.

Dudung (Sekretaris desa) sebesar Rp.18.355.000.00.

Eman (Lurah/ Kadus) Rp.4.369.000.00.

Didi (Lurah /Kadus ) Rp.11.548.000.00.

Rasnen (Lurah/Kadus) Rp.2.504.000.00.

Hingga saat ini sejumlah uang setoran PBB tersebut belum ada penyelesaian atau pelunasan kepada pihak pemerintah daerah kabupaten Kuningan Jawabarat

Dudung Sekdes Cihideunghilir tidak memberikan tanggapan terkait hal ini saat dikonfirmasi tim media.

Sementara Eman (Lurah /kadus) menyangkut pautkan hal ini dengan perihal haknya dari program PTSL tahun 2023 yang belum dibayarkan sampai saat ini oleh pihak pemerintah desa Cihideunghilir. Menurut Eman, rincian tagihan PBB pihaknya (eman.red) itu yang pertama masih ada tersangkut di pak Kuwu sebesar Rp.11 juta rupiah, karena dari awal dibantu kaur Asep untuk penagihan RT 01 dan RT 02 sebesar Rp.5.500.000.00. dan untuk murni tagihan ia sendiri yang masih tertunggak itu sekitar Rp.4 jutaan,”katanya

Lanjut Eman memaparkan terkait uang Rp.4 juta itu terbagi dua bagian ” satu, masih ada yang belum ketagih ke masyarakat cuma karena dengan dalih dari pihak bapeda sudah terlambat. Jadi intinya harus dibayar semua, ia mau tidak mau memang harus menerima seperti itu. Dan ia juga tidak munafik memang masih ada yang dipakai oleh dirinya dan sampai kapanpun ia akan bertanggungjawab,”paparnya

Menambahkan Eman ” intinya kalau gak menahan tagihannya sangkut paut sama desa terus terang saja uang pribadinya masih ada didesa yang belum dibayarkan kepadanya kurang lebih sekitar Rp .5 jutaan, uang pribadinya yang ada didesa itu dulu terkait PTSL pembuatan sertifikat masal itu masing – masing kasus dalam pengerjaannya itu ada upah, istilahnya mah di RAB ada buruhnya per berkas itungannya. Cuma totalnya tiap kadus itu tergantung dari berapa masyarakat yang mendaftar dan itu sudah dua tahun kebelakang ia meminta dan menuntut uang nya tersebut yang besarnya Rp.5 jutaan sampai sekarang gak dibayarin.

Makanya ketika ia dalam posisi ini terus terang saja bukan yang banyak uang jadi ia kalau harus nombok lagi, nombok lagi bayarin lagi tiap tahun itu mungkin, okelah bisa dikatakan bukti pembelaannya atau bukti ia menuntut haknya. Makanya dengan adanya hutang ia ke PBB ia menuntut ke desa yaudah ambil saja uang miliknya yang jelas – jelas itu kalau diperhitungkan masih lebih. Ia pribadi dengan pak Kuwu sudah ada MOU, sama Asep kaur selaku pemegang keuangan sudah menanyakan uang haknya kemana, kalaupun memang ada yaudah bayarkan saja pajak yang tersangkut dengannya, baik yang dipinjam pribadi olehnya ataupun yang emang belum tertagih dimasyarakat ia rela tombokin saja pakai uangnya. Tetap ia menghargai keputusan pihak bapeda karena ini bukti keterlambatan jadi seolah – olah tidak ada alasan lagi buat mengembalikan SPPT yang belum tertagih.”tegaskan Eman

Uang setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah penerimaan negara yang harus disetorkan sepenuhnya ke kas daerah/negara, dan penyalahgunaan dana PBB oleh oknum perangkat desa adalah tindak pidana penyelewengan/penggelapan yang bisa berujung sanksi disiplin hingga pidana penjara. Perangkat desa hanya bertugas membantu proses pengumpulan dan sosialisasi, bukan sebagai pemilik atau pengguna dana PBB tersebut.
PBB adalah pajak daerah, dan semua penerimaannya harus masuk ke kas daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota) untuk pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik, bukan untuk keperluan pribadi perangkat desa. Peran mereka adalah sebagai ujung tombak di masyarakat untuk mendorong pembayaran dan membantu mengumpulkan setoran, bukan sebagai “bendahara” pribadi.

Perangkat desa yang memakai uang setoran pajak bumi dan bangunan (PBB) dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang dan dapat dikenakan sanksi disiplin berat atau bahkan pidana korupsi

“setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.”
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan negara.

Pasal 2 ayat (1):
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dipidana.”
Pidana penjara seumur hidup atau 4–20 tahun dan denda Rp200 juta – Rp1 miliar.

Pasal 3:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan negara.”
Pidana penjara 1–20 tahun dan denda Rp50 juta – Rp1 miliar.

KUHP Pasal 372 – Penggelapan
“Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dan yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.”
Ancaman penjara sampai 4 tahun.

Jika dana tersebut berasal dari pajak negara atau keuangan publik (misalnya pajak bumi dan bangunan desa, dana retribusi, atau PADes), maka pasal korupsi lebih dominan digunakan karena merugikan keuangan negara.

Penegakan Hukum dan Pengawasan
Lembaga yang berwenang memeriksa dan menindak:
Inspektorat Kabupaten/Kota
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Kejaksaan dan Kepolisian
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) — jika nilainya signifikan atau bersifat sistematis.

Kepala desa atau bendahara desa memotong pajak proyek (PPN/PPH) tapi tidak menyetorkannya ke kas negara, atau memalsukan bukti setor pajak.
Maka pelaku dapat dijerat UU Tipikor Pasal 3 karena menyalahgunakan kewenangan dan merugikan keuangan negara.

Selain pidana penjara dan denda, juga dikenakan pemberhentian dari jabatan dan pengembalian kerugian negara.

(RD/Jack)

https://picasion.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://picasion.com/