EDUKADI NEWS – Malangbong, 8 Desember 2025
Dugaan penyimpangan dalam penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesra kembali mencuat. Kali ini terjadi di Desa Cikarag, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Informasi dari masyarakat menyebutkan bahwa BLT dari Pusat sebesar Rp900.000 per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diduga dipotong Rp100.000 oleh oknum perangkat desa. Tidak hanya itu, ditemukan pula nama-nama penerima yang telah meninggal dunia, namun bantuannya tetap dicairkan.
Jumlah KPM Dipertanyakan, Publik Minta Transparansi
Hingga kini belum ada kejelasan mengenai jumlah final KPM penerima BLT Kesra dari pusat tahun 2025. Awak media mempertanyakan apakah jumlah tersebut sudah sesuai penetapan pemerintah pusat atau mengalami perubahan di tingkat desa.
Publik mendesak Pemerintah Desa Cikarag membuka daftar nama KPM secara resmi sebagai bentuk transparansi penggunaan dana bantuan sosial.
Dugaan Pemotongan Rp100.000: Siapa yang Menginstruksikan?
Sejumlah warga menyampaikan bahwa pemotongan dilakukan oleh oknum perangkat desa berinisial (R)
Pertanyaan kini mengarah pada:
Siapa yang menginstruksikan pemotongan?
Apa dasar hukumnya?
Untuk kepentingan apa dana Rp100.000 per KPM tersebut digunakan?
Siapa saja perangkat desa yang terlibat dalam penyaluran BLT Kesra ?
Apakah pemotongan ini termasuk pungutan liar?
BLT Dicairkan kepada Penerima yang Sudah Meninggal
Temuan lain menunjukkan bahwa terdapat nama warga meninggal dunia yang masih tercantum sebagai KPM. Diduga terjadi praktik manipulasi, antara lain:
Pencairan BLT oleh perangkat desa menggunakan pihak lain,
Dugaan pemalsuan tanda tangan penerima,
Dugaan pemberian upah Rp100.000 kepada pihak yang diminta menandatangani surat penerimaan palsu.
Media mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab memperbarui data dan mengapa data penerima yang telah meninggal tetap digunakan untuk pencairan.
Penyaluran Diduga Dilakukan Secara Kolektif
Hasil penelusuran Edukadi News mengindikasikan bahwa penyaluran BLT tidak diberikan langsung kepada masing-masing KPM, tetapi dilakukan secara kolektif oleh perangkat desa.
Pertanyaan selanjutnya:
Apakah tersedia tanda terima resmi yang ditandatangani langsung oleh setiap KPM?
Mengapa masyarakat tidak menerima BLT secara penuh Rp900.000 sesuai ketetapan pemerintah?
Sikap Kepala Desa Kontradiktif
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kepala Desa Cikarag mengaku tidak mengetahui adanya pemotongan dan menyatakan tidak berada di lokasi saat pembagian BLT.
Namun tak lama kemudian, kepala desa justru mengirim video dirinya yang sedang memberikan penyuluhan pada hari yang sama, sebelum dan setelah pembagian BLT berlangsung.
Kontradiksi pernyataan ini memunculkan pertanyaan serius mengenai kejujuran dan transparansi kinerja Pemerintah Desa Cikarag.
Kajian Hukum: Pemotongan BLT dari pusat Berpotensi Tindak Pidana Korupsi
Jika dugaan pemotongan BLT dan pencairan bantuan kepada penerima yang telah meninggal benar terjadi, tindakan tersebut memenuhi unsur tindak pidana korupsi dengan dasar hukum:
UU Tipikor (UU 31/1999 jo. 20/2001)
Pasal 12 huruf e: Pemotongan pembayaran yang seharusnya diterima masyarakat.
Ancaman: 4–20 tahun penjara.
Pasal 3: Penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
Ancaman: Maksimal 20 tahun penjara.
Pasal 8: Penggelapan dalam jabatan oleh pegawai negeri.
Ancaman: Hingga 15 tahun penjara.
UU Desa No. 6 Tahun 2014
Melarang perangkat desa melakukan penyalahgunaan wewenang dan praktik KKN.
Sanksi: teguran, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
KUHP
Pasal 368 – Pemerasan
Pasal 415 – Penggelapan oleh pegawai negeri
Dugaan pemalsuan tanda tangan dan pencairan bantuan atas nama orang yang sudah meninggal memenuhi unsur pidana ini.
Tuntutan Pemeriksaan oleh Kejati Jawa Barat
Melihat kuatnya indikasi penyimpangan, lemahnya transparansi, dan kontradiksi pernyataan kepala desa, Media Edukadi News menegaskan perlunya Kejaksaan Tinggi Jawa Barat segera turun tangan untuk memeriksa dugaan:
Pemotongan BLT,
Pungutan liar,
Penyalahgunaan wewenang,
Pencairan bantuan kepada penerima meninggal,
Pemalsuan tanda tangan,
Penggelapan dana bantuan sosial.
Transparansi dalam penyaluran bantuan sosial adalah kewajiban, bukan pilihan. Masyarakat berhak menerima bantuan secara utuh, dan setiap penyimpangan harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
(Tim Redaksi // Edukadi News)













