EDUKADI NEWS — Bandung, 28 November 2025, Tim awak media Edukadi News mendatangi SMPN 12 Bandung untuk mengonfirmasi dugaan serius terkait perundungan, pemerasan, dan penyebaran foto asusila yang dialami siswi SMPN 15 berinisial S.A. Dugaan tersebut melibatkan tiga siswi SMPN 12 berinisial S, A, dan A, yang disebut terlibat dalam tindakan intimidatif terhadap korban.
Kedatangan awak media telah mengikuti seluruh prosedur: meminta izin kepada satpam, diarahkan masuk, dan dipersilakan menunggu di ruang tamu oleh salah satu guru. Namun proses konfirmasi justru berubah menjadi situasi yang tidak mencerminkan profesionalitas lembaga pendidikan.
Beberapa wakil kepala sekolah datang silih berganti menanyakan maksud kedatangan, sehingga awak media harus mengulang penjelasan berulang kali. Hingga akhirnya Kepala Sekolah muncul, meskipun sebelumnya dinyatakan tidak berada di tempat.
Saat hadir, Kepala Sekolah langsung menaikkan intonasi suara, meminta KTA dan Kartu Liputan, bahkan mengambil foto identitas awak media tanpa izin—tindakan yang tidak sesuai dengan etika komunikasi. Ketika awak media menjelaskan bahwa keluarga korban berniat melaporkan kasus ini kepada aparat penegak hukum, Kepala Sekolah kembali meninggikan suara dan menyatakan:
“Ini saya rekam! Silakan adukan ke Dinas Pendidikan!”
Tidak berhenti sampai di situ, ketika disebut bahwa kasus akan dilaporkan ke APH, Kepala Sekolah dengan nada tinggi mengatakan:
“Kami tidak takut! Di Disdik Kota Bandung banyak pengacara!”
Salah satu wakasek juga meminta awak media tidak menayangkan berita apabila belum memiliki bukti kuat dan mencantumkan nama SMPN 12 padahal awak media telah memegang bukti awal, keterangan keluarga korban, serta melakukan konfirmasi langsung ke sekolah.
Awak media mengajukan enam pertanyaan resmi kepada pihak sekolah, antara lain:
Apakah SMPN 12 Kota Bandung mengetahui adanya dugaan perundungan dan pemerasan yang dilakukan siswinya terhadap siswi SMPN 15 pada 13 November 2025?
Benarkah inisial pelaku adalah S, A, dan A, serta apa langkah penanganan yang telah dilakukan sekolah?
Apakah sekolah telah menerima laporan resmi dari korban atau SMPN 15?
Apakah sekolah sudah melakukan pembinaan, memanggil orang tua pelaku, atau berkoordinasi dengan Disdik, kepolisian, dan UPTD PPA?
Apa komitmen sekolah dalam mencegah kasus serupa dan memberikan perlindungan psikologis?
Apakah ada klarifikasi tambahan dari sekolah untuk keberimbangan pemberitaan?
Hingga akhir pertemuan, pihak sekolah tidak memberikan jawaban substantif atas pertanyaan tersebut.
Dugaan Tindakan terhadap Korban
Informasi awal dari pihak keluarga korban menyebut bahwa S.A. diduga:
dipaksa dan diancam memperlihatkan alat vitalnya untuk difoto,
diminta uang Rp1–2 juta kepada orang tuanya,
diancam bahwa foto tersebut akan disebarkan jika tidak memenuhi permintaan,
dan foto diduga sudah mulai beredar meski uang belum diberikan.
Perbuatan tersebut memenuhi unsur:
pemerasan (Pasal 368 KUHP), eksploitasi seksual anak (UU 35/2014), serta penyebaran konten asusila anak (UU ITE).
Dasar Hukum: Tanggung Jawab Sekolah Meski Kejadian Terjadi di Luar Jam Belajar
UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Pasal 54(1): Anak berhak mendapat perlindungan dari kekerasan di sekolah.
Pasal 59(2)(l): Sekolah wajib memberikan perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan.
Permendikbud 82 Tahun 2015 (Anti-Perundungan)
Sekolah bertanggung jawab menangani kasus perundungan antar siswa baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.
Permendikbud 46 Tahun 2023 tentang PPKSP
Pasal 6–7 dan 41–48: Satuan pendidikan wajib menangani setiap kasus kekerasan yang melibatkan peserta didik tanpa dibatasi ruang dan waktu kejadian, selama pelaku dan korban masih dalam ekosistem pendidikan.
Pernyataan Resmi Kuasa Hukum Korban, Agres, S.H.
Kuasa hukum korban, Agres, S.H., memberikan pernyataan tegas bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini secara resmi kepada aparat penegak hukum:
Nomor STBP/593/XI/2025/JBR/POLRESTABES (25/11/2025)
Agres SH menyatakan bahwa kasus dugaan perundungan, pemerasan, serta penyebaran foto asusila terhadap klien kami adalah tindakan kejahatan serius yang memenuhi unsur pidana. Kami sudah menyiapkan seluruh dokumen dan bukti dan telah melaporkannya secara resmi ke Kepolisian Polrestabes Kota Bandung Tidak ada alasan bagi siapapun untuk mengabaikan atau menutupi kasus ini karena menyangkut keselamatan psikologis anak di bawah umur.”
Agres.SH juga menambahkan:
Kami meminta pihak sekolah kooperatif dan menghentikan segala tindakan intimidatif kepada media Tanggung jawab pendidikan tidak berhenti pada jam belajar, dan sekolah wajib berperan aktif dalam penanganan.”
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SMPN 12 Bandung belum memberikan klarifikasi resmi atau menunjukkan sikap kooperatif terkait dugaan perilaku kekerasan yang melibatkan siswinya.
Media Edukadi News akan terus mengawal kasus ini, mendampingi korban, serta mendorong aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Kota Bandung untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang terjadi.
(Tim Redaksi Edukadi News)













