EDUKADI NEWS – Subang, 29 Oktober 2025.
Proyek pembangunan pemagaran SDN Tunas Harapan di Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, yang merupakan hasil Musrenbang Tahun 2024, menjadi sorotan publik setelah diduga kuat tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (RAB) yang telah ditetapkan.
Dari hasil pantauan di lapangan, terlihat bahwa pondasi pagar tidak melalui proses penggalian yang memadai. Bahkan, pondasi baru tampak menumpang pada bangunan lama, yang jelas bertentangan dengan ketentuan dalam dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB). Praktik seperti ini berpotensi mengurangi kualitas serta ketahanan bangunan dalam jangka panjang.
Selain masalah teknis, proyek ini juga disorot karena para pekerjanya tidak dilengkapi alat pelindung diri (APD) sesuai standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Saat awak media menanyakan hal tersebut kepada salah satu pekerja, ia mengaku tidak dibekali perlengkapan keselamatan.

Saya tidak dikasih alat safety, Pak,” ungkapnya, Rabu (29/10/2025).
Padahal, penerapan K3 telah diatur dengan tegas dalam sejumlah regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
Permenaker Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3), dan
Permenaker Nomor 4 Tahun 1987 tentang P2K3 dan Penunjukan Ahli K3.
Pelanggaran terhadap kewajiban K3 dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1970, yang berbunyi:
Barang siapa melanggar ketentuan dalam undang-undang ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.”
(Sanksi tersebut dapat diperkuat dengan ketentuan pidana dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 190, yang mengatur pidana bagi pihak yang melanggar standar keselamatan kerja).
Proyek pemagaran ini diketahui bernilai Rp118.550.000, bersumber dari DPPA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang, dan dilaksanakan oleh CV Gunung Tua dengan waktu pelaksanaan 45 hari kalender.
Seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya menyampaikan keprihatinannya atas kondisi proyek tersebut.
Seharusnya pembangunan dilakukan sesuai RAB, bangunan lama harus dibongkar dulu, bukan ditumpang tindih. Kalau seperti ini, pagar tidak akan bertahan lama,” ujarnya.
Masyarakat menilai pelaksana proyek, CV Gunung Tua, lebih mementingkan keuntungan dibanding kualitas pekerjaan. Akibatnya, pekerjaan dinilai “asal jadi” dan tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (jo. Perpres No. 12 Tahun 2021), setiap penyedia jasa konstruksi wajib melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi, RAB, dan kontrak kerja. Bila penyedia melakukan pelanggaran, maka dapat dijatuhi sanksi administratif, pencantuman dalam daftar hitam (blacklist), bahkan pemutusan kontrak secara sepihak.
Selain itu, jika terbukti terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian negara, maka pelaksana proyek dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam:
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Warga berharap agar Dinas Pendidikan Kabupaten Subang tidak melakukan pembiaran terhadap kontraktor yang melaksanakan kegiatan asal-asalan dan tidak sesuai kontrak kerja.
Kami minta Kadis, Kabid, dan pengawas segera turun tangan untuk menindak tegas kontraktor nakal yang sengaja menyimpang dari ketentuan,” tegas salah satu warga.
Dengan adanya temuan dugaan penyimpangan ini, publik berharap aparat terkait segera melakukan audit teknis dan investigasi lapangan, agar ke depan setiap proyek pemerintah benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan demi kemaslahatan masyarakat.(Murdok)













