EDUKADI NEWS – Pekanbaru, 26 September 2025
Kegiatan swasembada pangan telah dilakukan sejak 16 November 2024 di Dusun IV Plambayan, Desa Kotagaro, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar. Sebanyak 500 petani berkomitmen melakukan cetak sawah seluas 1000 hektar di tepi Sungai Buluh, anak Sungai Tekwana Sungsang. Lahan ini dialokasikan dari lahan pencadangan desa oleh DPP MKGR, sebagaimana disampaikan Suratno, Ketua Himpunan Tani Nelayan Indonesia (HTNI) MKGR.
Suratno menjelaskan, Camat Tapung Hilir telah menerbitkan surat dukungan pada 7 Januari 2025. Namun, dalam perjalanannya, kegiatan ini kerap mendapat sabotase dari perusahaan perkebunan PT Arara Abadi yang mengerahkan satpam/security untuk merusak spanduk, membuang perlengkapan, hingga mendirikan portal di jalan umum.
Laporan ke Polsek Tapung Hilir sudah dilakukan, namun hingga kini belum ada tindak lanjut. Bahkan, pada 21 September 2025, petani kembali diusir dan dilarang membangun pondok di lokasi. Situasi memanas hingga bentrok kata-kata antara petani dengan security.
“Kami tetap akan bangun pondok, apapun risikonya. Kami maju terus untuk mensukseskan program swasembada pangan nasional,” tegas Muslim Amir SH MH dan Drs. M. Noer MBS, SH, MSi, MH selaku pendamping kelompok tani.
Menurut mereka, para petani bergerak secara gotong royong tanpa bantuan negara, namun ironisnya justru dihadang oleh perusahaan swasta.
Selain itu, PT Arara Abadi diduga kuat tidak memiliki izin HPH TI (Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri) baik pola transmigrasi maupun non transmigrasi. Bahkan, perusahaan ini tengah diusut oleh Kejati Riau atas dugaan pengemplangan pajak sejak tahun 1996, dan kasusnya sudah dilaporkan hingga ke Jampidsus Kejaksaan Agung RI.
Ir. Darma Nova Siregar, koordinator lapangan petani, menegaskan:
“Kami akan lakukan vonis rakyat! Penguasa kalah oleh pengusaha. Tidak ada lagi lobi ataupun negosiasi. Kami 500 orang siap hadapi sampai titik darah terakhir.”
⚖️ Dasar Hukum dan Sanksi
- UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
- Pasal 60: Setiap orang dilarang menghalangi penyelenggaraan pangan oleh masyarakat.
- Sanksi: Pasal 133 ayat (2) – pelanggaran dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
- KUHP Pasal 170 & 406
- Pasal 170: Kekerasan bersama terhadap orang/barang → pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan.
- Pasal 406: Merusak barang milik orang lain (spanduk/pondok) → pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.
- UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
- Pasal 12: Jalan umum tidak boleh ditutup/dikuasai tanpa izin pemerintah.
- Sanksi: Pasal 63 → pidana penjara maksimal 18 bulan atau denda maksimal Rp1,5 miliar.
- UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Pasal 50 ayat (3): Dilarang menggunakan kawasan hutan tanpa izin.
- Sanksi: Pasal 78 ayat (2) → pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
- UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
- Pasal 39: Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut/dikreditkan merupakan tindak pidana.
- Sanksi: Penjara maksimal 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang.
Tuntutan Petani
Petani Swasembada Pangan Riau bersama para pendamping hukum mendesak:
- Gubernur Riau Abdul Wahid dan DPRD Provinsi Riau segera turun tangan.
- Aparat penegak hukum menindak tegas PT Arara Abadi sesuai UU yang berlaku.
- Pemerintah pusat tidak diam, karena persoalan ini menyangkut program ketahanan pangan nasional.
✍️ Edukadi News – Udra