EDUKADI NEWS – Bandung, 16 September 2025 Dugaan praktik mark up jumlah penerima Bantuan Peserta Didik Miskin Universal (BPMU) kembali mencuat. Kali ini kasusnya menyeret nama SMK Dharma Pertiwi yang berlokasi di Jl. Raya Purwakarta KM 7 RT 01 RW 22.
Berdasarkan keterangan dari petugas keamanan (sekuriti) sekolah, jumlah siswa-siswi di sekolah tersebut diperkirakan hanya sekitar 300 orang. Namun, dalam data penerima BPMU yang tercatat, jumlah siswa penerima justru sangat besar yakni 852 orang.
Saat awak media konfirmasi kepada Kepala Sekolah (N) tidak pernah mendapatkan respon sama sekali, dan ketika konfirmasi ke Wakasek dipertanyakan banyak ketidak tahuan ,dan ketika menanyakan kepala sekolah selalu bilang tidak ada dikantor ,seolah-olah menutupi keterangan informasi publik.
Yang lebih mencurigakan, dari data yang dihimpun, pihak sekolah melaporkan jumlah penerima dengan pembagian yang janggal: 426 siswa laki-laki dan 426 siswi perempuan, sehingga jumlahnya terlihat simetris dan menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa data.
Dugaan Pelanggaran dan Aturan Hukum
Apabila benar terjadi mark up jumlah penerima bantuan, maka praktik tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, karena BPMU bersumber dari keuangan negara/daerah.
Dasar hukum yang dapat dikenakan antara lain:
- UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
- Pasal 2 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun.”
- Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara juga termasuk tindak pidana korupsi.
- Pasal 55 KUHP – jika dugaan dilakukan bersama-sama atau melibatkan lebih dari satu pihak.
- Permendikbud dan aturan teknis terkait BPMU yang mewajibkan data penerima harus akurat, sesuai fakta jumlah siswa yang aktif, serta diverifikasi.
Peran dan Tindak Lanjut Kejati Jabar
Sebagai aparat penegak hukum, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat memiliki kewenangan untuk:
- Menerima laporan masyarakat/media terkait dugaan korupsi dalam penyaluran bantuan pendidikan.
- Melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk memastikan apakah benar terjadi mark up jumlah penerima BPMU.
- Mengambil langkah hukum apabila ditemukan bukti kuat, termasuk pemanggilan pihak sekolah, dinas pendidikan, serta pihak terkait lainnya.
- Menghitung potensi kerugian keuangan negara/daerah akibat dugaan mark up ini bersama BPKP atau auditor independen.
Media Edukasi News akan segera melaporkan dugaan praktik mark up penerima BPMU di SMK Dharma Pertiwi ke Kejati Jabar, agar penyaluran bantuan pendidikan dapat berjalan sesuai aturan, transparan, dan tidak diselewengkan.(Tim red)