EDUKADI NEWS – KUNINGAN
Ketua Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) DPC Kabupaten Kuningan, Nacep Suryaman, turut memberikan pendapat terkait rencana yang sudah disampaikan Bupati Kuningan, H Dian Rachmat Yanuar pada beberapa media, akan melakukan proses open bidding ulang sebagai seleksi terbuka (selter) dalam tahapan pengisian kursi jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Hal tersebut disampaikan Nacep saat dimintai komentarnya oleh media ini, Minggu 17 Agustus 2025
Dia berpendapat, langkah yang akan ditempuh Bupati Kuningan melakukan open bidding ulang dalam proses pengisian kursi Sekda, bisa saja menjadi keputusan yang dapat memantik potensi munculnya persoalan hukum tata usaha negara (TUN), jika ada alur yang tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
“Proses OB (open bidding) ulang tidak akan cidera jika sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun akan tejadi sebaliknya jika tidak on the track,”ucapnya.
Menurutnya, sebelum ini terjadi (open bidding ulang-red), Bupati dan Kemendagri sebagai pihak yang disebut-sebut telah menerbitkan izin proses dimaksud, perlu memberikan alasan hukum yang terang kepada masyarakat.
“Bupati tidak perlu ragu untuk membuat keputusan strategis menempuh OB ulang untuk pengisian jabatan Sekda, sepanjang memiliki alas hukum yang kuat untuk dapat melaksanakan itu,”ujarnya.
Diingatkannya, negara kita merupakan negara hukum (rule of law), bukan negara “pertimbangan”. Sehingga setiap warga negara tanpa kecuali bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi ketaatan serta kepatuhan terhadap hukum.
“Kita dapat menggunakan pertimbangan, namun kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi identitas serta komitmen yang harus dikedepankan dalam sebuah negara hukum,”ungkapnya.
Ditegaskan Nacep, pihaknya tidak sedang mengatakan jika open bidding ulang adalah rencana yang berseberangan dengan hukum.
“Saya tidak mau memberikan pendapat ke kedalaman itu karena bukan ahli hukum, namun jika saja terjadi konteks ‘pertimbangan nalar’ dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan harus mendahului tatanan hukum, maka hal ini perlu kita koreksi bersama,”pesannya diplomatis.
Hal lain Ketua AWI DPC Kuningan sempat menyinggung terkait sikap DPRD Kuningan terhadap materi ini yang dinilainya masih pasif. Belum terdengar lanjut Nacep, ada rencana DPRD Kuningan akan menggunakan hak konstitusionalnya dalam bentuk hak interpelasi untuk menanyakan kepada Bupati Kuningan terkait pembatalan open bidding pertama serta rencana open bidding ulang pengisian jabatan sekda. Padahal sambungnya, DPRD ini diyakini sudah mengetahui soal open bidding jabatan Sekda tersebut telah terindikasi menjadi polemik, dikonsumsi cukup lama dan meluas ditengah-tengah masyarakat Kuningan.
“Adakah inisiatif dan keinginan wakil rakyat ini untuk menggunakan hak konstitusionalnya menanyakan hal tersebut kepada Bupati melalui hak interpelasi mereka (DPRD-red) ?”sindirnya bertanya.
Tidak hanya cukup disitu, Ketua AWI DPC Kuningan ini berharap dalam konteks pengawasan terhadap keputusan atau kebijakan kepala daerah (Bupati-red), ada inisiasi maksimal yang dilakukan DPRD untuk meminimalisir ruang terjadinya kekeliruan. Ilustrasinya kata Nacep adalah lebih baik mencegah daripada mengobati.
Disebutkannya, DPR bisa saja mengundang dan meminta pendapat dari pakar hukum bidang ini yang independen atau tidak terkontaminasi tungggangan kepentingan lain dalam melihat proses sebenarnya tentang pembatalan atau pelaksanaan open bidding ulang untuk pengisian jabatan Sekda ini dari perspektif ahli hukum.
“Hukum ini kan tidak dapat disimpulkan dengan hanya mendengar dan membaca saja, namun ada kajian serta kaidah filsafat yang harus dimaknai, maka dengarkan dan percayakan hal itu disampaikan oleh ahli hukum pada bidangnya,”pungkas Nacep mengakhiri pembicaraan
(RD/Jack)