Edukadi.com – Kota Bekasi 05/03/2025 | Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2025 yang diinisiasi oleh ATR/BPN sejatinya merupakan langkah strategis pemerintah dalam memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh sertifikat tanah dengan biaya yang terjangkau. Namun, di balik niat baik tersebut, potensi penyimpangan dan praktik pungutan liar (pungli) masih menjadi ancaman serius yang perlu diwaspadai.
Ketua LSM Tri Nusa Kota Bekasi, Maksum alias Mandor Baya, dalam arahannya kepada seluruh jajaran LSM Tri Nusa tingkat kecamatan Medan Satria, menegaskan pentingnya pengawalan ketat terhadap jalannya program ini di empat kelurahan, yakni Pejuang, Harapan Mulya, Medan Satria, dan Kali Baru. Berdasarkan kuota yang telah ditetapkan, terdapat total 1.600 bidang tanah yang akan disertifikasi, dengan rincian sebagai berikut:
- Kelurahan Pejuang: 500 bidang
- Kelurahan Harapan Mulya: 300 bidang
- Kelurahan Medan Satria: 500 bidang
- Kelurahan Kali Baru: 300 bidang
Menurut Maksum, program ini harus benar-benar dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni biaya hanya sebesar Rp150.000 sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Segala bentuk pungutan tambahan yang membebani masyarakat harus ditindak tegas.
“Jangan sampai ada oknum panitia PTSL yang memanfaatkan program ini untuk kepentingan pribadi dengan memberatkan masyarakat. Alih-alih mempermudah, jangan sampai justru program ini dipersulit dan biayanya menjadi mahal. Kami akan mengawasi setiap tahapan, dan jika ada pelanggaran, kami tidak akan segan untuk melaporkannya,” tegas Maksum.
Selain dugaan pungli, LSM Tri Nusa juga mencermati adanya praktik pengkotak-kotakan atau sistem blok-blokan dalam proses administrasi, seperti yang terjadi di Kelurahan Pejuang. Maksum mempertanyakan apakah kebijakan tersebut berasal dari ATR/BPN atau justru hanya inisiatif dari panitia PTSL setempat. Ketidakjelasan aturan seperti ini dikhawatirkan dapat merugikan masyarakat dan membuka celah terjadinya penyimpangan.
Kasus Penyimpangan PTSL di Daerah Lain: Ancaman yang Berulang?
Fenomena penyimpangan dalam program PTSL bukanlah hal baru. Di berbagai daerah, praktik pungli dan penyalahgunaan wewenang telah berulang kali terungkap. Kasus-kasus sebelumnya menunjukkan pola yang serupa: panitia menarik biaya tambahan di luar ketentuan resmi, masyarakat dipersulit dalam pengurusan sertifikat, dan bahkan tanah-tanah bermasalah tetap lolos dalam proses sertifikasi.
Sebagai contoh, di beberapa daerah lain, ditemukan adanya biaya tambahan dengan dalih percepatan proses atau biaya administrasi yang seharusnya tidak ada. Bahkan, dalam beberapa kasus, oknum aparat desa dan panitia PTSL bekerja sama untuk memanipulasi data, sehingga tanah-tanah yang berstatus sengketa atau milik pemerintah tetap disertifikasi tanpa verifikasi yang memadai.
Siapa yang Diuntungkan dari Pungli dan Sistem Blok-blokan?
LSM Tri Nusa Kota Bekasi mencurigai bahwa praktik pungli dan sistem blok-blokan dalam program PTSL bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan bisa menjadi upaya terstruktur untuk menguntungkan pihak tertentu. Jika sistem blok-blokan diterapkan, maka akses masyarakat terhadap sertifikat bisa dikendalikan oleh oknum tertentu yang memiliki kepentingan tersembunyi.
Pihak-pihak yang paling diuntungkan dari penyimpangan ini bisa mencakup oknum panitia PTSL, aparat desa, hingga pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam penguasaan lahan. Dengan adanya sistem blok-blokan, masyarakat dipaksa mengikuti aturan tidak resmi yang dibuat secara sepihak, sementara biaya tambahan yang dibebankan menjadi sumber keuntungan ilegal bagi oknum tertentu.
Pengawasan Ketat dan Transparansi: Kunci Keberhasilan Program
Tak hanya soal pungutan liar, LSM Tri Nusa juga menyoroti aspek validitas dan legalitas bidang tanah yang diajukan dalam program PTSL. Maksum menegaskan bahwa ATR/BPN harus memastikan bahwa data yang diajukan oleh panitia benar-benar akurat dan tidak terkait dengan sengketa lahan.
“Jangan sampai tanah yang masih dalam status sengketa atau tanah pengairan malah dibuatkan sertifikatnya. Ini harus dicek dengan teliti agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Panitia dan tim BPN wajib melakukan verifikasi mendalam sebelum menerbitkan sertifikat,” lanjutnya.
LSM Tri Nusa Kota Bekasi berkomitmen untuk terus mengawal program PTSL agar berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Mereka menyerukan kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam pengawasan serta segera melaporkan jika menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan program ini.
Keberhasilan PTSL sebagai program strategis nasional sangat bergantung pada integritas pihak-pihak yang terlibat. Jika dikelola dengan baik, PTSL akan menjadi solusi nyata bagi masyarakat dalam memperoleh hak kepemilikan tanah yang sah. Namun, jika dibiarkan tanpa pengawasan ketat, potensi penyimpangan hanya akan mencederai tujuan awal dari program ini. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, harus memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap prosesnya.