EDUKADI NEWS – Jakarta, Konsorsium Pertamina Drilling Contractor (PDC) dan PT Moment Construction Energy (MCE) berhasil mendapat kontrak kerja dari Konsorsium HK-CPP senilai Rp. 165Milyar.
Alih-alih ini menjadi keuntungan bagi PDC sebagai anak Perusahaan PT Pertamina Drilling Service Indonesia yang nota bene sahamnya 100% Pertamina malah membuat kerugian yang sangat besar bagi Pertamina dan menyisakan temuan-temuan auditor yang berdampak dengan pemanggilan direksi PDC dan jajaran di panggil ke Kejakti.
Anehnya Konsorsium PDC – MCE hanya merugikan PDC sebagai BUMN.
Padahal seharusnya kerugian ditanggung bersama dengan anggota konsorsium lainnya. Disinyalir adanya perjanjian turunan didalam internal konsorsium bahwa MCE tidak bertindak sebagai anggota konsorsium tetapi menajadi subkontraktor sehingga tanggung jawab keseluruhan di bebankan ke PDC.
Disamping itu selama proses pekerjaan disinyalir adanya penyimpangan dan permainan oknum didalam BUMN tersebut yang menyebabkan kerugian makin besar.
Berawal dengan adanya kesepakatan diluar perjanjian konsorsium PDC MCE saat awal mendapat pekerjaan, ternyata berubah bahwa MCE dari anggota konsorsium PDC-MCE menjadi subkontraktor dari PDC sehingga menghilangkan segala resiko pekerjaan apabila berdampak kerugian.(14/01/2025)
Ditambah selama pekerjaan berlangsung management projek Konsorsium di isi oleh orang-orang dari MCE sehingga Keputusan dan penunjukan mitra kerja diberikan ke MCE dan Perusahaan-perusahaan yang diarahkan oleh MCE. Dengan nilai yang ditentukan oleh orang-orang yang didalam manajemen proyek konsorsium. Ini menjadikan adanya kemungkinan terjadinya mark up nilai subkontraktor.
Polemik kerugian yang dialami oleh Konsorsium PDC-MCE menimbulkan pertanyaan besar terkait tata kelola dan transparansi di tubuh perusahaan BUMN. Sejumlah pihak menyoroti bagaimana sistem konsorsium dapat disalahgunakan sehingga menguntungkan pihak tertentu secara sepihak. Dalam kasus ini, PT Moment Construction Energy (MCE), yang seharusnya menjadi mitra strategis, justru dianggap memanfaatkan posisi untuk menghindari tanggung jawab atas risiko kerugian yang ditimbulkan.
Lebih lanjut, para pengamat industri migas Sekjen LSM Jasmara ( Jaringan Aspirasi Masyarakat ) H.Jumarih menyatakan bahwa kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan integritas dalam pengelolaan proyek besar. Tidak hanya kerugian finansial yang menjadi perhatian, tetapi juga dampak reputasional terhadap Pertamina sebagai induk dari PDC. Hal ini menambah beban di tengah tantangan yang dihadapi oleh BUMN dalam mendukung stabilitas ekonomi nasional.
Menurut sumber internal, dugaan penyimpangan ini juga melibatkan pengaturan tender dan mark-up nilai kontrak yang disengaja. Praktik semacam ini tidak hanya melanggar prinsip good corporate governance (GCG) tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Jika terbukti, ini dapat membuka jalan bagi tuntutan hukum yang lebih serius terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Dengan temuan ini, berbagai elemen masyarakat mendesak agar proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi berjalan transparan dan tegas. Selain itu, rekomendasi dari auditor juga harus menjadi acuan untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh di dalam tubuh PDC dan seluruh anak usaha Pertamina. Tidak hanya sanksi hukum yang penting, tetapi juga reformasi sistem pengelolaan proyek di masa depan.
Media Edukasi News akan terus mengawal perkembangan kasus ini untuk memastikan keadilan dan kepentingan publik tetap menjadi prioritas utama.(Tim red)