EDUKADI NEWS – Kabupaten Majaleungka – Sejumlah masyarakat saat ini tengah merayakan puncak kalender hajatan yang menjadi momen kebangkitan budaya dan kesenian khas Kabupaten Indramayu. Salah satu kesenian yang kembali menjadi sorotan adalah Sintren atau dikenal juga dengan sebutan Laisan, yang kini ramai dipentaskan di berbagai acara hajatan sebagai hiburan masyarakat.
Sintren, sebuah tarian tradisional bernuansa mistis, menceritakan kisah cinta legendaris antara Sulasih dan Sulandono. Penarinya mengenakan pakaian menyerupai bidadari dan kacamata hitam, dikolaborasikan dengan musik tradisional khas daerah. (06/24/2024)
“Kesenian Sintren memberikan kepuasan hiburan bagi masyarakat,” ujar Asep Sumekar, Kepala Desa Mirat. Ia menegaskan bahwa Sintren perlu dibangkitkan kembali karena merupakan salah satu warisan budaya Indramayu yang memiliki nilai budaya tinggi dan harus dikenal generasi muda.
Kesenian Sintren atau Laisan berasal dari tradisi lama yang menggunakan mantra dan lagu khas sebagai pembuka setiap pertunjukan. Lagu-lagu mantra ini dulunya diiringi alat musik tradisional seperti bumbung bambu, kuali tanah, dan kecrek dari tutup botol.
Namun, seiring perkembangan zaman, elemen tradisional ini mulai bergeser. Saat ini, lagu bernuansa mantra jarang dinyanyikan, dan alat musik tradisional telah berkolaborasi dengan instrumen modern seperti gitar, suling, dan gendang.
“Saya berkomitmen untuk melestarikan kesenian Sintren demi menjaga keasrian budaya masyarakat Kabupaten Majaleungka,” tambah Kepala Desa Mirat (Asep Sumekar)
Meski ada adaptasi, semangat untuk mempertahankan nilai-nilai asli budaya Sintren tetap menjadi prioritas, terutama sebagai warisan yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Dengan kembalinya Sintren di berbagai hajatan, kesenian ini diharapkan mampu memperkuat identitas budaya sekaligus menarik perhatian lebih luas di tengah era modernisasi.