EDUKADI NEWS – Kuningan
Apresiasi untuk Satpol PP kabupaten Kuningan yang telah fast respon lakukan tindakan tegas terhadap Aktivitas Badan Hukum yang diduga melakukan pelanggaran Perda/Perkada di wilayah Kabupaten Kuningan Jawabarat
Pasca pemberhentian sementara aktivitas pembangunan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) pada Senin 29/12/2025. Pembangunan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) milik PT.BMI telah mendapat tindakan tegas berupa penyegelan secara resmi dari Satpol PP kabupaten Kuningan. Rabu 31 Desember 2025
Menurut Hendrayana Kabid penegakan peraturan daerah (Gakda) Satpol PP kabupaten Kuningan, jika dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari tidak ada proses perijinan pihaknya akan kirim surat peringatan
“SOP Penegakan perda ada waktu untuk memproses perijinan,. kalau hasil rekomendasi dari dinas terkait diijinkan atau ditolak baru ada tindakan mengikuti hasil rekomendasi,”katanya
Tegaskan Kabid Gakda Satpol PP kabupaten Kuningan terkait tindakan tegas berupa pembongkaran bagi menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS tidak berizin yang dikategorikan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) ilegal
“pembongkaran bangunan setelah ada surat dari forum bahwa ijinnya ditolak. Pihaknya ( Hendrayana.red) tinggal menunggu hasil rekom dari dinas yang mengeluarkan.”pungkasnya
Pembangunan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) di dusun Cikalong desa Pajawankidul kecamatan Lebakwangi adalah salah satu dari sejumlah pembangunan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS) yang diduga abaikan peraturan daerah (Perda) kabupaten Kuningan.
Mekanisme kajian dan analisis lingkungan untuk rencana pembangunan menara telekomunikasi (BTS) di Indonesia diatur dalam beberapa tingkatan peraturan, terutama oleh Pemerintah Pusat melalui kementerian terkait dan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Wali Kota/Bupati di tingkat lokal.
Dasar hukum utama yang mengatur aspek lingkungan dan pembangunan menara BTS meliputi:
Undang-Undang tentang Bangunan Gedung: Pembangunan menara memerlukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau sekarang dikenal sebagai Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), yang memastikan standar konstruksi dan tata ruang telah sesuai.
Peraturan Bersama Empat Menteri: Terdapat Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (No. 18 Tahun 2009, No. 07/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.Kominfo/03/2009, dll.) yang memberikan pedoman pembangunan dan penggunaan menara bersama, termasuk aspek keselamatan dan estetika lingkungan.
Dokumen Lingkungan Hidup: Kajian lingkungan untuk menara telekomunikasi biasanya tidak memerlukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) skala besar, melainkan cukup dengan dokumen lingkungan yang lebih sederhana seperti Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), tergantung pada skala dan lokasi pembangunan. Dinas Lingkungan Hidup di tingkat kabupaten/kota biasanya menjadi pihak yang berwenang dalam proses persetujuan dokumen lingkungan ini.
Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perbup/Perwal): Peraturan di tingkat lokal ini merinci kriteria lokasi, seperti jarak aman minimal dari pemukiman (umumnya disarankan minimal 20 meter dari pemukiman padat penduduk), kawasan lindung, atau cagar budaya, serta radius keselamatan. Kerangka regulasi ini memastikan bahwa pembangunan menara BTS memenuhi standar teknis, keselamatan, dan tidak menimbulkan dampak negatif signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Mekanisme kajian dan analisis lingkungan untuk rencana pembangunan menara telekomunikasi (BTS) di Indonesia melibatkan persetujuan lingkungan yang dapat berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), tergantung pada skala dan dampak potensial proyek tersebut. Proses ini juga terintegrasi dengan perizinan lainnya, seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Mekanisme Kajian Lingkungan
Proses utama kajian lingkungan diatur dalam peraturan perundang-undangan lingkungan hidup di Indonesia.
Penapisan (Skrining) Awal:
Menentukan jenis dokumen lingkungan yang diperlukan (AMDAL atau UKL-UPL). Kriteria penentuan ini didasarkan pada jenis rencana usaha dan/atau kegiatan, yang mencakup potensi dampak signifikan terhadap lingkungan, seperti lokasi di kawasan lindung atau dekat pemukiman.
Penyusunan Dokumen Lingkungan:
AMDAL: Diperlukan untuk proyek skala besar atau yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan. Dokumen ini mencakup analisis mendalam mengenai dampak, saran mitigasi, dan pemantauan.
UKL-UPL: Diperlukan untuk proyek yang dampaknya diperkirakan tidak signifikan. Dokumen ini berisi upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Penilaian dan Persetujuan:
Dokumen yang telah disusun diajukan kepada instansi terkait (Dinas Lingkungan Hidup di tingkat provinsi/kabupaten/kota atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Dokumen AMDAL akan dinilai melalui sidang komisi penilai AMDAL, sementara UKL-UPL akan dinilai oleh instansi yang berwenang untuk mendapatkan rekomendasi.
Persetujuan lingkungan ini menjadi prasyarat untuk mendapatkan izin-izin lainnya, termasuk PBG.
Analisis Lingkungan dan Aspek yang Dikaji
Analisis lingkungan untuk pembangunan BTS mencakup beberapa aspek krusial:
Tata Ruang: Lokasi menara harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat dan mempertimbangkan estetika kota. Menara umumnya dilarang di kawasan perlindungan setempat tertentu (misalnya, sempadan sungai/danau) kecuali untuk fungsi pendukung kawasan.
Keamanan dan Keselamatan Konstruksi: Analisis kekuatan dan stabilitas konstruksi menara, termasuk penyelidikan tanah yang memadai, untuk menjamin keamanan lingkungan sekitar.
Dampak Radiasi: Memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan operasi dengan berpedoman pada jarak bebas minimum berdasarkan tingkat radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan. Jarak aman yang disarankan oleh beberapa sumber adalah minimal 20 meter dari pemukiman.
Kesehatan dan Sosial Masyarakat: Potensi dampak kesehatan dari radiasi dan dampak sosial (misalnya, kekhawatiran warga) menjadi bagian dari analisis, meskipun bukti ilmiah mengenai bahaya radiasi BTS masih menjadi perdebatan, aspek ini tetap dipertimbangkan dalam perizinan di tingkat daerah.
Penggunaan Bersama Menara (Menara Bersama): Terdapat regulasi yang mendorong penggunaan menara bersama untuk meningkatkan efisiensi penggunaan ruang dan mengurangi jumlah menara tunggal yang dibangun.
Mekanisme kajian ini bertujuan untuk memastikan pembangunan menara BTS tidak hanya memenuhi kebutuhan telekomunikasi, tetapi juga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
(RD/Jack)













