https://picasion.com/
NEWS  

OPINI KEBIJAKAN PUBLIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN IPOLEKSOSBUDHAMKARATA

EDUKADI NEWS – Pekanbaru, 5 Desember 2025
Disampaikan oleh alumni Sespim Tingkat Lanjutan kelas E angkatan dua belas di Palembang.

Pemerintahan modern dituntut membangun birokrasi yang profesional, transparan, dan berbasis kinerja demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu instrumen untuk menyejahterakan masyarakat adalah penerbitan kebijakan publik yang responsif dan berpihak kepada rakyat.

Namun, setiap kebijakan publik pada akhirnya akan berdampak terhadap perilaku masyarakat, baik berupa dukungan maupun penolakan. Dalam konteks inilah sebuah regulasi baru mengenai pengawasan kawasan hutan menimbulkan diskursus yang mengemuka di tingkat daerah maupun nasional.

Dialog Nasional: Respons Publik terhadap Kebijakan Pengawasan Hutan

Pada 4 Desember 2025, LSM Riau Bersatu yang dipimpin Ir. Robert Hendriko Nababan, SH menyelenggarakan Dialog Nasional di Gedung Hotel Pangeran Pekanbaru. Forum ini membahas kebijakan pengawasan hutan melalui pembentukan satuan tugas khusus, sebagaimana diatur dalam peraturan presiden yang baru diterbitkan pemerintah.

Dialog tersebut menyoroti bagaimana regulasi itu dapat memengaruhi masyarakat yang telah puluhan tahun bermukim dalam kawasan hutan negara. Kekhawatiran mencuat mengenai potensi penggusuran, penyitaan, atau hilangnya hak-hak masyarakat adat dan masyarakat tempatan.

Seorang pembicara, purnawirawan jenderal TNI yang pernah memimpin Korem di Riau, menilai bahwa implementasi kebijakan tidak boleh menimbulkan penderitaan bagi warga yang sudah lama menggantungkan hidup di kawasan tersebut. Ia menekankan bahwa setiap tindakan penyitaan atau pengambilalihan lahan harus didasarkan pada putusan pengadilan, bukan semata keputusan administratif.

Isu Legalitas dan Dilema Kebijakan

Dalam dialog tersebut, juga dibahas keberadaan sebuah perusahaan yang bergerak pada sektor perkebunan di kawasan hutan. Pembicara menilai bahwa pelaksanaan tugas satuan pengawasan hutan tidak boleh hanya berpijak pada dokumen administratif tanpa legalitas yang kuat. Hal ini dikhawatirkan akan memicu konflik sosial serta mempertaruhkan masa depan masyarakat tempatan.

Dari perspektif hukum, hutan adalah sumber daya yang dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat, namun tanah tempat hutan berada memiliki dimensi sosial, adat, dan historis. Tanah bukan sepenuhnya milik pemerintah, melainkan berada dalam penguasaan negara sesuai mandat konstitusi. Masyarakat adat atau nagari telah ada jauh sebelum terbentuknya struktur pemerintahan formal, sehingga hak-hak mereka tidak dapat diabaikan begitu saja.

Paradoks Perlindungan Lingkungan vs. Nasib Masyarakat Tempatan

Kebijakan pengawasan hutan sering kali dibingkai dalam konteks perlindungan lingkungan dan habitat satwa liar. Namun, menurut peserta dialog, kebijakan tersebut tidak boleh mengorbankan masyarakat tempatan yang telah lama hidup berdampingan dengan kawasan tersebut. Dikhawatirkan, paradigma yang lebih menekankan kepentingan ekologi tanpa memperhitungkan kondisi sosial justru menimbulkan ketidakadilan.

Partisipasi Publik dan Minimnya Kehadiran Pemangku Kepentingan

Dialog Nasional yang digagas LSM Riau Bersatu dinilai positif sebagai ruang bertukar pandangan demi kepentingan bangsa dan negara. Hanya saja, sejumlah pemangku kepentingan penting tidak hadir tanpa keterangan jelas. Meski demikian, kegiatan tetap berjalan, diwarnai semangat kebangsaan para peserta yang menyerukan harapan agar dialog ini menghasilkan solusi yang adil bagi seluruh pihak.

(Komentar oleh Ir. Syarifuddin Adek)

✍️ Udra – Edukadi News

https://picasion.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://picasion.com/