EDUKADI NEWS – Cianjur.
Forum Kelompok Kerja Kepala Sekolah Dasar (FKKKSD) Provinsi Jawa Barat secara resmi melayangkan surat somasi kepada Bupati Cianjur, dr. Muhammad Wahyu Ferdian, atas kebijakan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur yang secara mendadak memberhentikan puluhan kepala sekolah tanpa dasar hukum yang jelas.
Kebijakan itu dinilai melanggar hukum, hak asasi manusia (HAM), dan etika pemerintahan, serta mencederai asas-asas profesionalitas dan kepastian hukum bagi tenaga pendidik.
Dalam surat bernomor 007/FKKKSD-Prop/2025 tertanggal 4 November 2025, FKKKSD menilai bahwa keputusan Disdikpora Cianjur sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Nomor: B/400.3.5.3/99/Disdikpora/09/2025, yang memberhentikan 7 kepala sekolah SMP Negeri, 30 kepala sekolah SD Negeri, dan 3 kepala sekolah TK, merupakan tindakan tergesa-gesa, ceroboh, dan tidak profesional.
Kebijakan sepihak tersebut dinilai menimbulkan keresahan di kalangan tenaga pendidik serta berpotensi mengganggu stabilitas dan mutu pendidikan di Kabupaten Cianjur.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Pasal 40 ayat (1):
“Guru berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas profesionalnya dari perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan pemberhentian yang tidak sesuai prosedur.” 👉 Artinya, pemberhentian kepala sekolah tanpa dasar dan tanpa proses evaluasi objektif merupakan pelanggaran terhadap hak profesi guru.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 28B ayat (1) UUD 1945,
menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). 👉 Pemberhentian tanpa mekanisme pembelaan diri dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM administratif.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
Pasal 17 ayat (2):
“Pejabat pemerintahan wajib menggunakan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” 👉 Keputusan Disdikpora yang tidak mengikuti prosedur dan petunjuk teknis dari Kemendikbudristek merupakan penyalahgunaan kewenangan administratif.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
mengatur bahwa dalam urusan pendidikan dasar dan menengah, pemerintah daerah wajib berkoordinasi dengan pemerintah pusat melalui Kemendikbudristek. 👉 Instruksi Dirjen GTK Nomor: 0864/B/HK.07.00/2025 tertanggal 23 Agustus 2025 yang meminta penundaan mutasi kepala sekolah telah diabaikan oleh Pemkab Cianjur.
- Berdasarkan Pasal 421 KUHP, pejabat yang dengan sengaja menyalahgunakan kekuasaan atau melanggar prosedur administrasi untuk merugikan orang lain dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.
- Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) jo. Pasal 80 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, pejabat yang melakukan penyalahgunaan wewenang dapat dikenakan sanksi administratif berat, termasuk pemberhentian dari jabatan.
- Jika terbukti melanggar prinsip meritokrasi dalam jabatan ASN, maka berdasarkan Pasal 5 huruf a dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, pejabat pembina kepegawaian dapat dikenakan sanksi disiplin berat.
“Guru adalah ujung tombak pendidikan. Pemberhentian tanpa proses yang adil sama saja dengan memadamkan cahaya ilmu bagi generasi penerus bangsa,” tegas FKKKSD dalam pernyataan resminya.
Mereka juga menilai tindakan Disdikpora Cianjur tidak mencerminkan etika pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014, yang mewajibkan setiap pejabat pemerintahan bertindak objektif, transparan, dan akuntabel.
FKKKSD menegaskan bahwa jika somasi ini diabaikan, mereka akan menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yang memberi hak kepada warga negara atau lembaga yang dirugikan untuk menggugat keputusan pejabat pemerintahan.
FKKKSD Jawa Barat menegaskan bahwa jabatan kepala sekolah bukan sekadar posisi birokratis, melainkan amanah moral dan tanggung jawab konstitusional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah daerah diimbau untuk mengembalikan prinsip meritokrasi dan profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan, bukan menjadikannya arena politik kekuasaan.
Langkah hukum ini disebut sebagai upaya terakhir demi menegakkan keadilan administratif, perlindungan profesi guru, dan marwah dunia pendidikan Jawa Barat.
(Tim Edukadi News)













