EDUKADI NEWS – Bandung, 17 September 2025
Dugaan praktik mark up jumlah penerima Bantuan Peserta Didik Miskin Universal (BPMU) kembali mencuat. Kali ini kasusnya menyeret nama SMK Dharma Pertiwi yang berlokasi di Jl. Raya Purwakarta KM 7 RT 01 RW 22.
Berdasarkan keterangan dari petugas keamanan (sekuriti) sekolah, jumlah siswa-siswi di sekolah tersebut diperkirakan hanya sekitar 300 orang. Namun, dalam data penerima BPMU yang tercatat, jumlah siswa penerima justru sangat besar yakni 852 orang.
Saat awak media melakukan konfirmasi kepada Kepala Sekolah (N), tidak pernah mendapatkan respon. Wakil Kepala Sekolah pun menyatakan banyak ketidaktahuan, sementara informasi mengenai keberadaan kepala sekolah selalu ditutupi dengan alasan tidak ada di kantor. Hal ini menimbulkan dugaan adanya upaya menutup-nutupi informasi publik.

Yang lebih mencurigakan, dari data yang dihimpun, pihak sekolah melaporkan jumlah penerima dengan pembagian simetris: 426 siswa laki-laki dan 426 siswi perempuan. Data yang terlalu “sempurna” tersebut menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa data dan laporan fiktif.
Dugaan Pelanggaran Hukum
- Tindak Pidana Korupsi (Mark Up BPMU)
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang memperkaya diri/orang lain secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara juga termasuk tindak pidana korupsi.
Pasal 55 KUHP: Jika dilakukan bersama-sama atau melibatkan lebih dari satu pihak.
Permendikbud dan aturan teknis BPMU: Data penerima harus akurat, faktual, dan diverifikasi.
- Dugaan Laporan Fiktif ke Kemendikbudristek/Dapodik
Data penerima BPMU harus masuk ke Dapodik (Data Pokok Pendidikan) yang dikelola Kemendikbudristek.
Jika terbukti data jumlah siswa dimanipulasi, maka pihak sekolah bisa dikenakan sanksi administratif maupun pidana karena memberikan laporan fiktif.
- Dugaan Pelanggaran UU ITE (Informasi Palsu)
UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE:
Pasal 35: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.”
Jika data siswa palsu dilaporkan secara elektronik melalui sistem Dapodik, maka bisa dikategorikan sebagai informasi elektronik palsu.
Peran dan Tindak Lanjut Kejati Jabar
Sebagai aparat penegak hukum, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat memiliki kewenangan untuk:
Menerima laporan resmi dari media/masyarakat terkait dugaan korupsi dalam penyaluran BPMU.
Menyelidiki dan menyidik potensi tindak pidana korupsi dan laporan palsu.
Memanggil pihak sekolah, dinas pendidikan, dan instansi terkait guna mengklarifikasi data jumlah siswa.
Menghitung kerugian negara bersama BPKP atau auditor independen apabila benar terjadi mark up.
Segera memanggil Kepala Sekolah SMK Dharma Pertiwi untuk dimintai keterangan awal terkait data jumlah siswa yang dilaporkan.
Memanggil Wakil Kepala Sekolah, bendahara sekolah, dan pihak terkait lainnya yang diduga mengetahui proses input data ke Dapodik.
Melakukan klarifikasi dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat terkait data resmi jumlah siswa aktif dan penerima bantuan di SMK Dharma Pertiwi.
Berkoordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk menghitung potensi kerugian negara akibat dugaan mark up data sebanyak 552 siswa fiktif.
Menelusuri aliran dana BPMU apakah benar digunakan untuk kepentingan siswa atau diselewengkan oleh pihak tertentu.
Menetapkan langkah hukum tegas jika ditemukan bukti permulaan cukup, termasuk penetapan tersangka dan pemanggilan saksi-saksi tambahan.
Langkah Media Edukasi News
Menyampaikan laporan terkait dugaan laporan fiktif ke Kemendikbudristek melalui Dapodik.
Mendorong transparansi data penerima BPMU agar penyaluran bantuan pendidikan tepat sasaran, adil, dan tidak diselewengkan.
(Tim Redaksi – Edukadi News)