https://picasion.com/
NEWS  

Tanah Bengkok Desa Di Soal Warga Garajati Kecamatan Ciwaru Kabupaten Kuningan Jawabarat

EDUKADI NEWS – Kuningan
Kepastian tentang hak sewa guna pakai objek bidang tanah bengkok desa Garajati Kecamatan Ciwaru Kabupaten Kuningan Jawabarat menjadi sorotan publik saat ini. Dimana didalam konteks hal tersebut masyarakat menduga ada kewenangan dalam mengambil kebijakan yang menyimpang dari peraturan yang mengatur tentang alokasi pemanfaatan tanah bengkok milik desa yang merunut Pada undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 mengatur tentang pengelolaan aset desa, termasuk tanah bengkok. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 mengatur tentang pengelolaan aset desa, termasuk tukar menukar.
Undang – undang dan hukum yang mengatur tentang tanah negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan/atau tidak merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, tanah wakaf, barang milik negara/daerah/desa atau badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah, dan tanah yang telah ada penguasaan dan belum dilekati dengan sesuatu hak atas tanah.

Menurut keterangan masyarakat pentingnya kejelasan tentang tukar guling atau sewa lahan dengan sifat hak guna pakai atas objek bidang tanah bengkok milik desa dengan pihak – pihak pengguna lahan, apakah tanah tersebut disewakan atau ditukar guling sudah sepatutnya pihak pemdes Garajati dapat menjelaskan. jika memang terkait sewa lahan atau hak guna pakai bahkan tukar guling lahan itu terjadi. Apakah dalam hal tersebut pemdes Garajati sudah menempuh sesuai dengan mekanisme yang di syaratkan.Rabu 2 Juli 2025.

Kondisi tersebut mendapatkan perhatian dari Dadan Sudrajat Kabiro SBI kabupaten Kuningan. Dalam perhatiannya Dadan Sudrajat mengingatkan bahwa terkait tukar guling tanah bengkok desa adalah proses pengalihan hak atas tanah bengkok (tanah desa) kepada pihak lain dengan menggantinya dengan tanah lain atau bentuk pengganti lain yang disepakati. Ini adalah kegiatan yang diatur dan memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, termasuk persetujuan dari pemerintah desa, BPD, dan izin dari Bupati/Walikota serta Gubernur.

Kepala Desa dan perangkat desa perlu melakukan musyawarah desa untuk membahas rencana tukar guling, melibatkan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Rembuk desa dan persetujuan BPD adalah langkah penting dalam proses ini. Setelah mendapat persetujuan, pemerintah desa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/Walikota. Izin Bupati/Walikota: Bupati/Walikota akan meninjau lokasi dan data terkait, kemudian meneruskan permohonan izin ke Gubernur jika diperlukan. Gubernur akan memberikan persetujuan atau menolak permohonan tukar guling. Jika disetujui, proses tukar guling dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Tukar guling biasanya dilakukan untuk kepentingan umum atau pembangunan nasional, atau untuk menghindari konflik di desa.Tukar guling juga dapat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan menarik investor. Dalam proses ini, nilai tanah yang ditukar harus diperhitungkan dengan cermat dan disepakati oleh semua pihak. Tukar guling tanah desa untuk kepentingan selain umum harus didasarkan pada kepentingan nasional yang lebih penting dan strategis. Tukar guling juga harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah ( RT/RW).
Tanah secara yuridis dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
Berdasarkan Pasal 502 UU Nomor 1 tahun 2023. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500Juta, setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah tersebut.
Menurut Pasal 2 UU 51/Prp/1960, dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah.
Dalam Undang-Undang KUHP Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6), tindakan penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.”tandasnya Dadan Sudrajat

(RD/Jack)

https://picasion.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://picasion.com/