EDUKADI NEWS – Bandung – Dugaan pungutan liar (pungli) di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) se-Kota Bandung mencuat ke publik dengan jumlah yang fantastis. Petugas pengangkut sampah yang menggunakan motor triseda disebut harus membayar Rp150.000 per unit, sementara yang menggunakan mobil pikap dikenakan Rp300.000.
Jika dikalkulasikan dengan total 1.597 RW di Kota Bandung, dan rata-rata setiap RW memiliki dua petugas pengangkut sampah ke TPS, maka jumlah pungli yang terkumpul mencapai Rp479.100.000 per hari, Rp14.373.000.000 per bulan, dan Rp172.476.000.000 per tahun.
Padahal, setiap RW di Kota Bandung sudah memiliki kewajiban membayar retribusi sampah ke pemerintah daerah sebesar Rp600.000 per bulan.(7/2/2025)
Keluhan Petugas Pengangkut Sampah
Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pungutan tersebut digunakan untuk bayar sopir, petugas bongkar muat, dan pihak dinas. Menurutnya, jika petugas tidak membayar pungutan tersebut, truk sampah tidak akan datang untuk mengangkut sampah mereka.
Konfirmasi ke DLHK Kota Bandung
Tim Media Edukasi News mencoba mengonfirmasi dugaan pungli ini ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung. Salah satu pejabat dinas menyatakan bahwa hal ini merupakan ranah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan memberikan kontak yang bisa dihubung dan mempertanyakan :
1. Apakah pungutan tersebut legal?
Apakah ada dasar hukum atau peraturan daerah (Perda) yang mengatur pungutan di TPS, baik terkait jenis kendaraan maupun jumlahnya?
Apakah pungutan tersebut diatur langsung oleh DLHK atau pihak swasta?
2. Ke mana aliran dana tersebut?
Apakah dana yang terkumpul digunakan untuk operasional TPS, pengelolaan sampah, atau masuk ke kas daerah?
Bagaimana transparansi dan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut?
3. Jumlah dan frekuensi pembuangan oleh petugas sampah per RW
Apakah DLHK mengetahui praktik ini, dan apakah hal ini bagian dari tata kelola pengelolaan sampah yang telah direncanakan?
4. Alternatif pengelolaan sampah yang lebih baik
Apakah ada solusi untuk mengurangi beban masyarakat atau petugas sampah terkait pungutan ini?
Saat dikonfirmasi ke UPT terkaikait, bagian humas menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya pungutan tersebut. Jika memang ada, pihaknya menegaskan bahwa itu dilakukan oleh oknum dan harus ditindak melalui operasi tangkap tangan, karena bisa saja melibatkan pihak luar atau preman setempat.
Namun, ketika ditanya mengenai keberadaan TPS, pihak humas membenarkan bahwa pembuatannya berdasarkan kesepakatan warga dan pengurus setempat sangat mustahil ada premanisme, Pertanyaan pun muncul: Mengapa dinas tidak mengetahui adanya pungutan ini, padahal pungutan tersebut sudah menjadi rutinitas? Bagaimana tugas dan fungsi DLHK sebagai pengawas dan pembina TPS?
Menanggapi pertanyaan ini, humas UPT menyatakan bahwa pengawasan dan pembinaan TPS adalah tanggung jawab DLHK Kota Bandung.
Desakan Media Edukadi News kepada Aparat Penegak Hukum (APH)
Dugaan pungli ini terstruktur dan bernilai sangat besar, sehingga ada kemungkinan keterlibatan oknum dari DLHK Kota Bandung. Media Edukadi News mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera turun tangan dan menertibkan praktik pungli ini demi keadilan bagi petugas pengangkut sampah dan masyarakat Kota Bandung.(Tim red)